Program Pendidikan di SLB (SKhN 1 Kendari)
DASAR-DASAR PERENCANAAN PENDIDIKAN
“Program Pendidikan di SLB (SKhN 1 Kendari)”
Disusun Oleh:
Kelompok II
Arifa (21711067)
Risna (21711074)
Niswan (21711206)
Nurhidayatullah (21711172)
Suci Rahmawati (21711076)
Novia Puspita Ranti (21711139)
PROGRAM
STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
KENDARI 2018
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan
merupakan hak semua orang tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Hal ini
telah ditetapkan dalam UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 51 juga
menyatakan “anak yang menyandang cacat fisik dan mental diberikan kesempatan
yang sama dan akses untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar
biasa”. Menurut UU No 44 tahun 1997 tentang penyandang cacat, pasal 5 menyatakan
“ setiap penyandang cacat mempuanyai dan kesempatan yang sama dalam segala
aspek kehidupan dan penghidupan”.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah yang di bahas antara lain :
1.
Program pendidikan apa yang diterapkan dalam proses
pembelajaran SKhN 1 KENDARI (Sekolah Khusus Negeri)?
2.
Masalah-masalah apa saja yang di hadapi seorang pendidik
3.
Strategi apa saja yang dilakukan seorang pendidik dalam
menghadapi anak yang berkebutuhan khusus
4.
Bagaimana cara menciptakan suasana dalam kelas
C. TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan masalahnya adalah
1. Mengetahui program pendidikan apa yang diterapakan dalam
proses pembelajaran SKhN 1 Kendari
2.
Mengetahui masalah-masalah apa yang dihadapi seorang
pendidik.
3. Mengetahui strategi apa saja yang dilakukan seorang pendidik
dalam menghaapi anak yang berkrbutuhan khusus.
4.
Mengetahui bagaimana cara menciptakan suasana dalam kelas.
D.
Hakikat Sekolah
Luar Biasa
Sekolah luar biasa (SLB) merupakan
bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari
tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan
dalam satu unit sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan
sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan kelainan
yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra
(SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita
(SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di
setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan
tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem
individualisasi.
Selain, ada SLB yang
hanya mendidik satu kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik lebih dari
satu kelainan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu
dan tunagrahita; SLB-ABCD, yaitu SLB untuk anak tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, dan tunadaksa. Hal ini terjadi karena jumlah
anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.
E. Jenis Layanan bagi Anak Berkebutuhan
Khusus di SLB
Bentuk
layanan bagi anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok
besar yaitu :
1. Layanan Pendidikan Segregrasi
Sistem
layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari
sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui
sistem segregasi maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang
dilaksanakan secara khusus, dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan
untuk anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus
diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak
berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar
Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa.
Adanya kelainan fungsi
tertentu pada anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan
pendidikan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan
khusus mereka. Misalnya, untuk anak tunanetra, mereka memerlukan layanan
khusus berupa braille, orientasi mobilitas. Anak
tunarungu memerlukan komunikasi total, binapersepsi bunyi; anak
tunadaksa memerlukan layanan mobilisasi dan aksesibilitas, dan layanan
terapi untuk mendukung fungsi fisiknya.
2. Bentuk Layanan Pendidikan
Terpadu/Integrasi
Bentuk
layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar
bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan
demikian, melalui sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan
anak normal belajar dalam satu atap. Sistem pendidikan integrasi disebut
juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan yang
membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak.
Untuk
membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, di sekolah
terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungi
sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak berkebutuhan
khusus itu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai
pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.
Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus (Depdiknas ,1986). Ketiga bentuk tersebut
adalah: 1) Bentuk Kelas Biasa; 2) Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus;
dan 3) Bentuk Kelas Khusus.
F. Jenis-jenis
Anak Berkebutuhan Khusus
Ada jenis
anak berkebutuhan khusus ada beberapa, diantaranya tuna netra, tuna rungu, tuna
grahita, tuna daksa, tuna laras, autis dan down syndrom. Tuna adalah
anak yang memiliki ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada mata yang
baik, walaupun dengan memakai kacamata, atau yang daerah penglihatannya sempit
sedemikian kecil sehingga yang terbesar jarak sudutnya tiddak lebih dari 20
derajat.
Tuna rungu adalah mereka yang memiliki hambatan
perkembangan indera pendengar. Adapun tuna
daksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh
kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat
bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa
adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui
terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan
koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan
fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik. Sedangkan tuna graditha sebagai kelainan yang
meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah dan
muncul sebelum usia 16 tahun. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada
tingkatan IQ.
Autis adalah anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku. Secara fisik
tidak berbeda mencolok daripada anak yang normal. Umumnya anak tuna laras
berperilaku aneh. Individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku
menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya.
Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu
pengaruh dari lingkungan sekitar.
G. Temuan Lapangan
1. Program Pendidikan di SEKOLAH LUAR BIASA SKhN 1 kendari
Di dalam SLB ada bermacam-macam
kelainan atau berbagai macam kebutuhan anak yang berkebutuahn khusus ada tuna
nerta yaitu anak yang tidak bisa melihat, ada tuna rungu yaitu anak yang tidak
bisa mendengar dan berbicara (bisu tuli), tuna graditha yaitu anak yang IQnya
rendah, tuna daksa yaitu anak yang mempunyai kelainan fisik dan autis yaitu
anak yang mempunyai kelainan emosional dan prilaku.
Untuk kurikulum yang di terapkan di SKhN
1 kendari yaitu kurikulum 2013, hanya saja di sekolah yang berkebutuhan khusus
ada tambahan program yaitu program khusus. Untuk anak yang berkebutuhan khusus
tuna netra program khususnya yaitu OM (Orientasi Mobilitas) yaitu pengenalan
lingkungan adapun proses pembelajaran anak tuna netra yaitu menggunakan huruf braille, riglet, menggunakan ketikan
braille, menggunakan huruf timbul. Tuna rungu yaitu anak yang tidak bisa bicara
dan mendengar adapun program khususnya yaitu menggunakan bahasa isyarat, kemudian
anak graditha yaitu anak yang mempunyai IQ rendah sehingga dalam segala hal
mereka mengalami hambatan baik didikannya, prilakunya, maupun sosialisasinya
dengan masyarakat, program khusus anak tuna graditha yaitu 3M (menolong diri
sendiri, Merawat diri sendiri, Mengurus diri sendiri) agar mereka bisa mandiri.
Tuna daksa yaitu anak yang mempunyai kelainan fisik atau cacat, program
khususnya yaitu terapi misalnya berlatih memakai baju tanpa tangan. Kemudian anak
autis yaitu anak yang mempunyai kelainan emosi dan perilaku, program khususnya
sama dengan anak tuna daksa yaitu terapi namun anak autis memiliki macam terapi
yaitu terapi perilaku, terapi makanan dan terapi emosi.
2. Kendala-kendala yang Dialami Tenaga Pendidik di SKhN 1
kendari
Kendala-kendala
yang dialami tenaga pendidik di skhn 1 kendari yang pertama yaitu kurangnya kesadaran masyarakat misalnya seharusnya
usia sekolah 7 tahun tapi baru masuk pada usia 10 tahun, sehingga pendidik
mengalami hambatan karena anak sudah banyak mengenal lingkungan luar daripada
lingkungan sekolah
Yang kedua, kurangnya sarana prasarana
serta alat-alat dalam proses belajar belum terpenuhi seperti tuna netra harus
menggunakan tongkat, riglet,bakus, papan grail, dan peta grail. Dan yang
ketiga kurangnya tenaga pendidik dan yang bukan dari PLB.
3. Strategi dalam Proses Pembelajaran
Dalam strategi pembelajaran pada anak
SLB sedikit berbeda dengan anak pada
umumnya. Anak umum secara klasik dalam satu kelas berjumlah 30 orang dan proses
pembelajarannya anak di tuntut untuk dapat mengetahui pembelajaran hari ini
sedangkan anak yang berkebutuhan khusus dalam satu ruanag makasimal berjumlah 6
orang tidak boleh lebih namun karna kurangnya tenaga pendidik maka satu kelas
ada yang berjumlah 9 dan 10.
Strategi pengajaran terbagi atas tiga
macam yaitu pendekatan secara satu per satu (individual) dan pendekatan secara
berkelompok (idividualisme) dan strategi kasih sayang, untuk anak tuna graditha
pengajarannya secara individualisme, tuna netra dan tuna rungu menggunakan
metode pengajaran individual karna mereka mempunyai IQ normal namun tidak bisa
melihat dan mendengar, anak autis menggunakan metode individualisme dan
strategi untuk pengaran anak berkebutuhan khusus lainnya menggukanan strategi
pendekatan secara kasih sayang dan cara pembelajarannya terus di ulang-ulang
sampai bisa dan tidak mengejar kurukulum tetapi menyesuaikan dengan kemampuan
siswa namun tidak lari dari kurikulum.
Strategi pembelajaran individualisme
harus penuh kasih sayang, tidak kasar (lemah lembut) dan tidak memaksakan
kehendak. Peran guru dalam hal ini harus disesuaikan kemampuan siswa dengan
bantuan alat peraga. Untuk mengajar anak berkebutuhan khusus, guru tidak hanya
memperkenalkan alat peraga tetapi juga mengajarkan cara menggunakannya.
4. Cara Menciptakan Suasana di Kelas
·
Tuna netra (tidak melihat/buta). Cara mengatasinya dimulai
dari orientasi mobilitas atau pengenalan lingkungan agar mampu mandiri dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
·
Tuna rungu (tidak mendengar/tuli). Cara mengatasinya dengan
memperkenalkan abjad A-Z menggunakan bahasa isyarat untuk memudahkan mereka
agar mampu beradaptasi dengan lingkungannya.
·
Tuna gradhita(IQ lemah). Tuna gradhita dalam hal ini ada 2
golongan. Ada yang berat dan ringan. Gradhita berat perilakunya cenderung
embicil. Dia memiliki kelas khusus dan metode pembelajarannya tidak menggunakan
akademik tetapi lebih menggunakan latihan. Sedangkan gradhita ringan sudah bisa
membaca, menulis, berhitung tetapi masih memerlukan tambahan-tambahan kelas
khusus sesuai dengan kelemahan mereka dimata pelajaran tertentu.
·
Tuna daksa (cacat fisik). Tuna daksa ada 2 jenis. Yaitu,
daksa sipi (cacat sejak lahir) dan daksa cacat karena kecelakaan. Daksa sipi
seperti tangannya lemas, adanya kelainan saraf, dan lumpuh. Adapun cacat karena
kecelakaan seperti yang tiba-tiba diamputasi tangan dan amputasi kaki. Metode
pembelajarannya disesuaikan dengan kemampuannya karena cacat sipi menyangkut
dengan cara bicaranya yang lambat dan cara berpikirnya juga sedikit lambat.
Tetapi apabila cacat karena kecelakaan cara berpikir dan cara bicaranya masih
normal.
·
Autis (emosi yang tidak terkontrol). Metode pengajaran untuk
anak autis menggunakan metode individualisme atau1 siswa 1 guru tidak bisa
secara klasikal, individual. Misalnya satu ruangan biasanya ada ruangan terapi
tersendiri, ruangan bermain. Jadi pembelajarannya satu per satu.
H. Lesson Study
Didalam SLB ada berbagai macam kelainan yaitu tuna
netra,tuna daksa, tuna graditha, tuna rungu, tuna laras, dan autis. Proses
pengajarannya pun berbeda-beda.
- Tuna rungu proses pengajarannya menggunakan bahasa isyarat.
- Tuna netra proses pengajarannya menggunakan huruf braille atau huruf timbul dan ketikan braille.
- Tuna graditha proses pengajarannya secara individualisme yaitu dengan cara pendekatan.
- Tuna daksa terbagi dua yaitu tuna daksa ringan dan tuna daksa berat, tuna daksa ringan yaitu anak yang cacat karena kecelakaan proses pengajarannya sama dengan anak normal lainnya karena IQ, emosi, dan pemahaman mereka masih normal hanya saja perlu penyesuaian diri dari ada menjadi tidak ada, misalnya awalnya punya tangan tapi karena kecelakaan tangannya di amputasi jadi harus menyesuaikan. Sedangkan tuna daksa berat yaitu cacat fisik sejak lahir proses pengajarannya harus lebih sabar dan tenang karena cara berpikir anak tuna daksa berat itu lambat dan mereka lambat dalam memahami sesuatu.
Setiap
siswa yang baru masuk disekolah Berkebutuhan Khusus ini harus mengikuti OM
(Orientasi Mobilitas) atau pengenalan lingkungan sekolah, namun untuk peserta
didik tuna netra dan tuna rungu pengenalan lingkungannya labih lama dari yang
lain bahkan sampai berbulan-bulan.
I.
Rekomendasi
1. Sebaiknya tenaga pendidik harus di
sesuaikan dengan kebutuhan peserta didik karena setiap peserta didik memiliki
keterbatasan masing-masing dan sebaiknya pendidik yang dipekerjakan harus
sesuai dengan profesinya agar proses pembelajaran bisa lebih efisien dan tidak
ada hambatan dalam proses pembelajaran.
2. Sebaiknya tenaga pendidik di SKhN 1
kendari lebih ditingkatkan lagi dari segi jumlahnya karena ada peserta didik
yang membutuhkan penanganan khusus seperti Tuna Graditha dan Autis.
3. Pemerintah dalam hal ini seharusnya
dapat menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap untuk menunjang proses
pembelajaran dan mutu pendidikan.
Review Dosen Pengampuh Mata Kuliah
Tullisan
ini merupakan laporan Mini Project
mahasiswa untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS) mata kuliah
Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan. Desain tugas UTS telah dirancang dosen
untuk memberikan pengalaman lapangan kepada mahasiswa bagaimana teknikal
perencanaan pendidikan di lapangan secara nyata. Kelas dibagi dalam tiga
kelompok besar dengan tujuan observsi di lokasi yang berbeda-beda, yaitu:
1.
Program pendidikan untuk anak binaan di
Lapas Anak Kota Kendari
2.
Anak berkebutuhan khusus Sekolah
umum
3.
Anak berkebutuhan khusus di sekolah luar
biasa
Berdasarkan
laporan-laporan tersebut, Dosen Pengampuh Mata Kuliah menyarakan bahwa kajian literatur
dapat dikembangkan untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang
informasi yang diharapkan di lapangan. Meskipun demikian, saya merasa yakin
untuk mempublish laporan ini sebagai rewarding
mahasiswa, juga agar dapat diberikan masukan demi kesemparnaan pemahaman
mengenai topik yang dikaji. Laporan-laporan
ini telah mampu mengambarkan tujuan observasi masing-masing kelompok.
Komentar
Posting Komentar