Sistem Rekuitmen Siswa Baru; Rayon dan Kluster

PENDAHULUAN Keberhasilan dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan (sekolah) akan sangat bergantung kepada Manajemen komponen-komponen pendukung pelaksanaan kegiatan seperti kurikulum, peserta didik, pembiayaan, tenaga pelaksana, dan sarana prasarana. Komponen-komponen tersebut merupakan satu kesatuan dalam upaya pencapaian tujuan lembaga pendidikan (sekolah), artinya bahwa satu komponen tidak lebih penting dari komponen lainnya. Akan tetapi satu komponen memberikan dukungan bagi komponen lainnya sehingga memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pencapaian tujuan lembaga pendidikan (sekolah) tersebut. Komponen peserta didik keberadaannya sangat dibutuhkan, terlebih bahwa pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah, peserta didik merupakan subyek sekaligus obyek dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan. Oleh karena itu keberadaan peserta didik tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan saja, akan tetapi harus merupakan bagian dari kebermutuan dari lembaga pendidikan (sekolah). Artinya bahwa dibutuhkan Manajemen peserta didik yang bermutu bagi lembaga pendidikan (sekolah) itu sendiri. Sehingga peserta didik itu dapat dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Institusi seperti perusahaan di dalamnya harus diisi oleh orang-orang yang menunjukkan produktivitas. Jangan sampai ada salah dan lemah. Wajar, agar perusahaan itu maju. Produk atau jasa yang dijualnya dapat laku. Oleh sebab itu untuk merekrut karyawannya, setiap perusahaan mempunyai pola rekrutmen yang ketat. Rekrutmen ini menggunakan konsep ranking. Calon karyawan dengan nilai tes tertinggi yang mempunyai kemungkinan besar diterima. Sedangkan sekolah adalah intitusi belajar, yang mana di dalamnya harusnya wajar berisi siswa-siswa yang tidak bisa, siswa-siswa yang berbuat salah. Sebab untuk itulah institusi sekolah itu dibangun. Mengajarkan bagaimana anak yang awalnya tidak bisa menjadi bisa, atau anak yang awalnya salah menjadi benar. Institusi sekolah mestinya mirip dengan balita yang ingin belajar berlari. Awalnya berdiri, jatuh. Lalu berjalan, jatuh lagi. Kemudian berlari, yang juga di awali dengan jatuh sana jatuh sini, sampai akhirnya dapat berlari cepat. Faktanya yang sekarang terjadi pada sistem penerimaan siswa baru kita adalah konsep perusahaan ditarik dan diterapkan pada konsep sekolah. Jika hal ini terus diselenggarakan, maka akan terjadi banyak peruntuhan kepercayaan diri generasi muda kita. Setiap anak akan mendapat pengalaman ‘AKU GAGAL’ setiap tahunnya. Tulisan ini akan memberikan konsep yang detail mengenai konsep manajemen peserta didik, lebih khusus pada system penerimaan siswa baru sehingga para orangtua memiliki pemahaman yang bijaksana mengenai hal tersebut. MANAJEMEN PESERTA DIDIK Siswa baru adalah orang/individu diawal masuk sekolah yang mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya agar tumbuh dan berkembang dengan baik serta mempunyai kepuasan dalam menerima pelajaran yang diberikan oleh pendidiknya. Sedangkan strategi pengelolaan siswa baru adalah cara, langkah, usaha, atau upaya untuk mengatur siswa baru agar tercapainya kondisi pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Dalam pengaturan atau pengelolaannya, kegiatan interaksi edukatif dengan pendekatan kelompok menghendaki peninjauan pada aspek perbedaan individual siswa baru. Postur tubuh siswa yang tinggi sebaiknya ditempatkan di belakang. Siswa yang mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran sebaiknya ditempatkan didepan kelas. Dengan begitu, mata siswa yang minus dapat melihat tulisan di papan tulis dengan cukup baik. Penempatan siswa yang mengalami gangguan pendengaran di depan akan memudahkan si siswa untuk menyimak apa yang disampaikan guru. Sisi lain yang harus diperhatikan oleh guru dalam pengelompokan siswa baru adalah jenis kelamin. Siswa yang cerdas sebaiknya digabung dengan siswa yang kurang cerdas. Siswa yang pandai bicara sebaiknya dikelompokkan dengan siswa yang pendiam. Sekelompok siswa yang gemar membuat keributan dan suka mengganggu temannya akan lebih baik bila penempatan mereka dipisah- pisah dan tidak terlepas dari pengawasan guru. Pola pengelompokan siswa seperti itu bermaksud agar kelas tidak didominasi oleh satu kelompok, tetapi yang terjadi dalam belajar ialah persaingan yang positif. KEBIJAKAN PENERIMAAN SISWA BARU Seseorang diterima sebagai siswa suatu lembaga pendidikan seperti sekolah, haruslah memenuhi persyaratan- persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan. Walaupun setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan layanan pendidikan, tidak secara otomatis mereka dapat diterima di suatu lembaga pendidikan seperti sekolah. Sebab, untuk dapat diterima menjadi siswa di sekolah, haruslah terlebih dahulu memenuhi kewajiban- kewajiban yang telah ditentukan. Kebijakan operasional penerimaan siswa, memuat aturan mengenai jumlah siswa yang dapat diterima di suatu sekolah. Penentuan mengenai jumlah siswa, tentu didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang ada di sekolah (faktor kondisional sekolah). Faktor kondisional tersebut meliputi: daya tampung kelas baru, kriteria mengenai siswa yang dapat diterima,anggaran yang tersedia, sarana dan prasarana yang ada, tenaga kependidikan yang tersedia, jumlah siswa yang tinggal dikelas satu,dan lain-lain. Kebijakan operasional penerimaan peserta didik, juga memuat sistem pendaftaran dan seleksi atau penyaringan yang akan diberlakukan untuk siswa. Selain itu, kebijakan penerimaan siswa baru, juga berisi mengenai waktu pendaftaran, kapan dimulai dan kapan diakhiri. Selanjutnya, kebijakan penerimaan siswa harus juga memuat tentang personalia-personalia yang akan terlihat dalam pendaftaran, seleksi dan penerimaan siswa baru. Kebijakan penerimaan siswa baru ini dibuat berdasarkan petunjuk- petunjuk yang diberikan oleh dinas pendidikan kabupaten/ kota. Petunjuk demikian harus dipedomani, karena ia memang dibuat dalam rangka mendapatkan calon siswa baru sebagaimana yang diinginkan atau diidealkan. Berikut ini cara untuk merencanakan jumlah siswa yang akan diterima dan menyusun program kegiatan kesiswaan: 1. Merencanakan jumlah siswa yang akan diterima Penentuan jumlah siswa yang akan diterima perlu dilakukan sebuah lembaga pendidikan, agar layanan terhadap siswa bisa dilakukan secara optimal. Besarnya jumlah siswa yang akan diterima harus mempertimbangkan hal- hal berikut: • Daya tampung kelas atau jumlah kelas yang tersedia. Jumlah siswa dalam satu kelas (ukuran kelas) berdasarkan kebijakan pemerintah berkisar antara 40 - 45 orang. Sedangkan ukuran kelas yang ideal secara teoritik berjumlah 25 - 30 siswa per satu kelas • Rasio murid dan guru. Yang dimaksud rasio murid guru adalah perbandingan antara banyaknya siswa dengan guru perfultimer. Secara ideal rasio murid guru adalah 1: 30. 2. Menyusun Program Kegiatan Kesiswaan Penyusunan program kegiatan bagi siswa selama mengikuti pendidikan di sekolah harus didasarkan kepada: • Visi dan misi lembaga pendidikan (sekolah) yang bersangkutan. • Minat dan bakat siswa • Sarana dan prasarana yang ada • Anggaran yang tersedia • Tenaga kependidikan yang tersedia REKUITMEN PESERTA DIDIK Rekruitmen peserta didik di sebuah lembaga pendidikan (sekolah) pada hakekatnya adalah merupakan proses pencarian, menentukan dan menarik pelamar yang mampu untuk menjadi peserta didik di lembaga pendidikan (sekolah) yang bersangkutan. Rekrutmen peserta didik dalam tinjauan manajemen penyelenggaran pendidikan formal (persekolahan) merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh sekolah untuk menghimpun, menyeleksi, dan menempatkan calon peserta didik menjadi peserta didik pada jenjang dan jalur pendidikan tertentu. Kerutinan ini tidak mengurangi potensi masalah yang menyertai dalam proses rekruitmen. Karena itu, kebijakan rekrutmen perlu mendasarkan pada konsep dan aturan yang ajeg dan berlaku dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara menyeluruh, manajemen peserta didik diawali oleh proses rekrutmen peserta didik. Keberhasilan atau ketidakberhasilan proses awal ini akan mempengaruhi pada proses manajemen peserta didik selanjutnya. Berdasarkan hasil rekrutmen, anak kemudian ditempatkan pada kelas tertentu dan kemudian mendapatkan layanan KBM beserta pendukungnya. Hasil rekrutmen juga menjadi bahan bagi sekolah untuk menindaklanjuti dengan berbagai layanan seperti keputusan untuk menghadirkan guru helper bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus jika anak tersebut lulus seleksi . Rekrutmen peserta didik merupakan tahapan awal dalam manajemen peserta didik. Dalam konteks dunia pendidikan, rekrutmen peserta didik memiliki pengertian yang lebih khusus, terkait dengan pencarian peserta didik yang akan menjadi anak didik dan diberikan layanan pendidikan. Pengertian lain tentang rekrutmen peserta didik adalah suatu proses untuk mendorong para calon peserta didik atau para calon peserta didik yang potensial untuk masuk atau mendaftar pada program, kursus, kelas, atau sekolah tertentu. Definisi ini tidak mempersepsi bahwa rekrutmen peserta didik adalah proses yang tidak aktif, yaitu proses sekolah menunggu calon peserta didik datang ke sekolah untuk melamar menjadi peserta didik pada sekolah yang bersangkutan. Lebih dari itu, definisi di atas mengungkapkan bahwa proses rekrutmen merupakan proses yang mencari dan bahkan mendorong calon-calon peserta didik untuk menjadi peserta didik pada suatu sekolah. TUJUAN REKRUTMEN PESERTA DIDIK Tujuan rekrutmen peserta didik adalah untuk mendapatkan peserta didik yang memiliki karakteristik sesuai dengan kemampuan sekolah dalam membina dan mengembangkan peserta didik. Hal ini berarti bahwa peserta didik akan mendapatkan layanan tidak tepat jika diterima pada sekolah tersebut, sehingga sekolah harus tidak menerimanya. Proses calon peserta didik tidak diterima di suatu sekolah terjadi berdasarkan hasil seleksi terhadap sejumah kriteria/persyaratan yang ditetapkan oleh sekolah berdasarkan rambu-rambu/standar yang dikeluarkan oleh pemerintah Kab./Kota, provinsi, dan pemerintah pusat. Tujuan khusus rekrutmen peserta didik adalah: 1. Mendapatkan siswa yang memiliki karakteristik sebagaimana ditetapkan dalam syarat-syarat penerimaan siswa baru. 2. Memberikan keadilan kepada masyarakat dan calon peserta didik untuk mendapatkan pendidikan yang tepat. 3. Meningkatkan mutu layanan pendidikan bagi anak dan orang tua siswa. TAHAPAN REKRUTMEN PESERTA DIDIK Rekrutmen peserta didik memiliki sejumlah tahapan yang harus diikuti oleh semua peserta yang akan mengikuti proses seleksi. Tahapan ini ditujukan untuk mendapatkan peserta didik yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Tahapan rekrutmen peserta didik dapat dilihat dari tahapan yang harus dilakukan oleh sekolah dan tahapan/prosedur yang harus diikuti oleh anak dan/atau orangtua anak. Tahapan rekrutmen peserta didik berdasarkan apa yang harus dilakukan oleh sekolah adalah: 1. Pembentukan tim Penerimaan siswa baru 2. Penyusunan prosedur dan persyaratan-persyaratan bagi calon peserta didik. 3. Pengumuman/sosialiasi sejumlah pesyaratan dan mekanisme yang harus ditempuh oleh anak calon peserta didik dan orang tua dalam proses seleksi/rekrutmen. 4. Selanjutnya adalah proses penerimaan berkas dari anak/orang tua/yang mewakili kepada tim PSB. 5. Verifikasi berkas oleh tim PSB 6. Rapat tim PSB untuk penentuan siapa-siapa saja yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. 7. Pengumuman hasil penerimaan siswa baru 8. Penempatan peserta didik pada kelas-kelas, 9. Orientasi peserta didik baru. PRINSIP-PRINSIP REKRUTMEN PESERTA DIDIK Prinsip-prinsip dalam rekrutmen peserta didik adalah suatu hal atau kebenaran yang dianggap penting untuk pelaksanaan rekrutmen peserta didik. Beberapa prinsip dalam rekrutmen peserta didik adalah obyektif, transparansi, akuntabilitas dan tidak diskriminatif. 1. Obyektif Dalam rekruitmen peserta didik, objektif memiliki makna bahwa proses pembuatan keputusan dalam penerimaan siswa baru tidak dipengaruhi oleh pendapat atau pandangan pribadi terhadap calon peserta didik atau orang tua peserta didik. Dalam pandangan yang lebih luas, pembuatan keputusan diterima atau tidak diterimanya siswa baru didasarkan pada kondisi nyata calon peserta didik, tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur diluar kondisi yang terlihat secara nyata, seperti kesenangan atau kebencian terhadap peserta didik, orang tua, atau pihak-pihak yang terkait dengan peserta didik. Prinsip obyektif telah menjadi tuntutan sejak sekian lama, dimana keputusan yang objektif dalam penerimaan siswa baru diharapkan memberikan keadilan kepada calon peserta didik dan orang tua dalam menerima pendidikan baik bagi anak tersebut maupun bagi orang tua yang memiliki anak sebagai calon peserta didik. 2. Transparansi Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan suatu lembaga/perorangan, seperti keuangan, program, penerima manfaat, dan lain sebagainya. Transparansai dalam rekrutmen peserta didik adalah adanya kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai tahapan, mekanisme, syarat, dan pelaksanaan proses rekrutmen peserta didik termasuk mengapa seorang anak diterima atau tidak diterima pada suatu proses rekrutmen. Lebih jauh, transparansi dalam rekrutmen peserta didik memberikan efek yang luar biasa kepada panitia seleksi dalam melaksanakan setiap tahapannya. Kehati-hatian dan kecermatan merupakan efek yang akan muncul dari prinsip ini. Disamping itu, keterlibatan masyarakat untuk dapat berkontribusi secara lebih positif ketika mengetahui proses dan tahapan seleksi secara lebih jelas akan memberikan informasi yang tepat sehingga meminimalisir munculnya prasangka yang tidak tepat terhadap sekolah dan tim PSB. Wujud transparansi dalam rekrutmen peserta didik dapat berupa: (1) ketersediaan informasi yang lengkap dalam berbagai bentuk media bagi semua pihak yang berkepentingan untuk mengakses informasi terkait dengan rekrutmen peserta didik, (2) pertemuan-pertemuan langsung antara pihak yang berkepentingan dengan tim PSB jika ada hal-hal yang perlu diklarifikasi atau didalami, (3) penyebarluasan informasi melalui surat resmi sekolah terkait dengan rekrutmen peserta didik, dan (4) adanya mekanisme masyarakat untuk mengadukan berbagai persoalan terkait dengan keluhan terhadap proses rekrutmen. 3. Akuntabilitas Akuntabilitas dalam rekrutmen peserta didik adalah pertanggungjawab tim PSB dan sekolah terhadap proses dan hasil rekrutmen peserta didik yang dilaksanakan. Rekrutmen peserta didik yang akuntabel dilakukan melalui kejujuran dalam melaksanakan rekrutmen peserta didik, ketepatan dalam manajerial pelaksanaan rekrutmen peserta didik, dan ketepatan serta kesesuaian finansial yang ada atau diadakan untuk kepentingan rekrutmen peserta didik. 4. Tidak diskriminatif atau berkeadilan Pelaksanaan rekrutmen calon peserta didik merupakan kegiatan untuk mencari dan menemukan anak-anak yang dianggap layak untuk menjadi peserta didik berdasarkan kriteria tertentu pada suatu jenjang dan jenis pendidikan. Proses ini akan melalui tahapan pembuatan keputusan diterima atau tidak diterimanya anak sebagai calon peserta didik di suatu sekolah. Pembuatan keputusan merupakan upaya untuk menentukan suatu keputusan berdasarkan pertimbangan kondisi aktual dan standar acuan penerimaan siswa baru. Dalam hal ini keadilan atau prinsip tidak diskriminatif adalah prinsip yang memberikan kesempatan yang sama kepada anak-anak calon peserta didik untuk menempuh tahapan sebagaimana mestinya dan jika ada anak yang tidak dapat mengikuti prosedur umum dikarenakan ada kondisi khusus yang menyertai anak tersebut, seperi anak dengan karakteristik IQ very superior, anak dengan karakteristik autis, anak dengan kondisi fisik berkekurangan, maka sekolah harus memberikan fasilitasi yang paling memungkinkan untuk anak tersebut mengikuti kegiatan rekrutmen. Mekanisme perwujudan keadilan dalam rekrutmen peserta didik memerlukan keterlibatan orang tua/wali anak dan anak itu sendiri untuk memutuskan visibilitas dalam mengikuti semua proses rekrutmen. PENERIMAAN SISWA BARU BERBASIS WILAYAH DAN KLUSTER Penerimaan Siswa Baru (PSB) merupakan suatu proses administrasi yang terjadi setiap tahun untuk seleksi calon siswa berdasarkan nilai akademik agar dapat melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Saat ini, praktek sistem penerimaan siswa baru umumnya dibagi menjadi dua pendekatan, yakni penerimaan berbasis wilayah dan pendekatan kluster. Penerimaan siswa baru berbasis wilayah ataupun kluster dicanangkan bukan sekedar karena alasan teknis dan sederhana. Kedua sistem enrolment tersebut memiliki kekurangan dan keebihan masing-masing. Penerimaan siswa baru berbasis wilayah supaya mengurangi kemacetan karena siswa bersekolah di dekat tempat tinggalnya masing-masing. Ada hal-hal yang lebih mendasar antara lain untuk menghilangkan adanya diskriminasi dalam memperoleh pendidikan yang merupakan hak semua anak, baik itu yang pintar sekali, pintar, biasa, atau bahkan kurang. Sebab dengan sistem wilayah, anak-anak yang memiliki keragaman kemampuan itu dapat bersekolah di sekolah yang sama sehingga terjadilah saling pembelajaran dan sikap toleransi terhadap anak yang kurang atau ketinggalan. Penerimaan siswa baru sistem cluster yang mengumpulkan anak-anak pintar di sekolah-sekolah cluster-1 sehingga ada sekolah-sekolah yang menjadi favorit karena murid-muridnya pintar-pintar semua dan ada sekolah-sekolah yang dianggap kelas rendah karena menampung murid-murid dengan nilai rendah. Hal ini membuat terjadi kesenjangan antara sekolah yang maju (identik denggan cluster tinggi) dan sekolah yang kurang maju (identik dengan cluster rendah), padahal seharusnya semua sekolah memiliki standar pelayanan dan kualitas yang sama baiknya. Namun secara alamiah, sekolah-sekolah yang paling diharapkan para orang tua tertentu adalah sekolah-sekolah dengan cluster yang tinggi karena memang merupakan sekolah ‘top’ dan ‘elit’. Keberatan para orang tua mengenai perekrutan murid berbasis wilayah menunjukkan bahwa orang tua sudah terbiasa dengan sistem ‘kompetisi’ ketimbang dengan sistem solidaritas sosial yang ingin dikembangkan. Padahal Konstitusi menyatakan hak pendidikan yang bermutu dan memberi kesempatan untuk maju itu adalah hak untuk semua anak, bukan cuma untuk yang pintar saja. KESIMPULAN Sebagai orangtua dari siswa yang sedang menuntut ilmu dan sekaligus menjadi konsumen pendidikan, harus mempunyai paradigma kualitas sekolah yang baik untuk anak-anak kita. Paradigma sekolah unggul adalah sekolah yang masuknya sulit, dengan tes-tes yang ketat adalah salah. Sekolah semacam itu adalah sekolah yang tidak siap menerima siswa yang mempunyai kelemahan dan hambatan. Sehingga kemampuan guru-gurunya patut dipertanyakan. Sebagai masyarakat yang secara tidak sadar mempertahankan paradigma yang salah ini, dengan bangga sekali ketika harus menyekolahkan anaknya pada sekolah-sekolah yang ‘gila tes masuk’. Sebaliknya jika ada sekolah yang menerima siswanya tanpa tes, segera dengan mudah mengatakan sekolah tersebut tidak bermutu. Mengubah paradigma menjadi yang benar, agar anak kita tidak menjadi korban. Banyak sekolah-sekolah yang menomorsatukan kemampuan kognitif melahirkan generasi-generasi yang tidak kreatif dan yang rapuh ketika menemui masalah kehidupan sebenarnya. REFERENCES Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. Djamarah, Syaiful Bahri. (2005). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka cipta. Hasibuan, Malayu S. P. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Hasibuan, Malayu S.P. (2003). Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara. Hoy, Wayne K. (2001). Educational Administration: Theory, Research and Practice Sixth Edition. New York: McGraw Hill Companies. Imron, Ali. (2004). Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Malang: Universitas Negeri Malang. Suhardan, Dadang, dkk. (2011). Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suryosubroto, B. (2004). Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. (2005). Manajemen Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UPI. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Pememrintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Prihatin, Eka. (2011). Manajemen Peserta Didik. Bandung: Alfabeta. William A, (1949). Administration and the Pupil. New York: Hapers and Brother. Nasir Program Studi Administrasi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Kendari nasir@umkendari.ac.id

Komentar

Postingan Populer